Senin, 29 Desember 2014

Pekerjaan Tidak Mengenal Usia

Feature
                  Seperti biasanya, suasana kota Yogyakarta pagi itu cukup ramai dengan mereka yang ingin memulai aktivitasnya masing – masing. Banyaknya kendaraan yang berlalu lalang serta para pejalan kaki yang memilih untuk tidak menggunakan kendaraan dalam aktivitasnya menambah kepadatan suasana kota Yogyakarta kala itu. Terutama ketika melewati perempatan maupun pertigaan lampu lalu lintas. Banyak sekali dijumpai bermacam – macam seniman jalanan dari berbagai usia mulai dari yang berusia dewasa hingga anak kecil sekalipun. Mereka sudah berusaha mencari nafkah dari pagi meskipun dengan caranya yang beraneka ragam. Bernyanyi dari satu kendaraan ke kendaraan lain, berjoget untuk menghibur para pengguna jalan, memainkan berbagai macam seni tradisional Indonesia (seperti kuda lumping contohnya), hingga hanya memainkan alat musik sederhana sekalipun mereka lakukan demi mencari sesuap nasi.
            Kini pemandangan – pemandangan seperti halnya seniman – seniman jalanan hingga pengemis pun sudah sangat sering dijumpai diberbagai sudut jalan. Sudah tidak asing lagi apabila melihat banyaknya para masyarakat minoritas yang mencari nafkah dijalanan, bahkan anak dibawah umur pun sudah mulai dipaksa untuk ikut mencari nafkah untuk dirinya dan keluarganya. Sangat memprihatinkan melihat anak yang seharusnya menuntut pendidikan dibangku sekolah justru malah berkeliaran dijalan, mendatangi satu kendaraan ke kendaraan lain, serta meminta belas kasihan para pengguna jalan untuk mendapatkan sesuap nasi.
            Terlihat banyak sekali anak – anak dibawah umur yang berkeliaran diajalanan mencari uang untuk makan mereka hari itu. Hal tesebut sungguh sangat menggunggah hati para pengguna jalan terutama ketika ada yang bertanya mengapa mereka berada disana dan bukannya berada dibangku sekolah, justru mereka dengan polosnya menjawab, “bagaimana bisa saya bersekolah jika untuk makan saja saya masih harus bersusah payah untuk mendapatkannya”. Jawaban yang singkat namun mampu menggetarkan hati siapapun yang mendengarnya. Namun apapun alasan mereka, tidak seharusnya mereka berada dijalanan untuk mencari nafkah karena belum saatnya anak seusia mereka melakukan hal tersebut. Pendidikan yang seharusnya menjadi prioritas utama mereka justru malah mereka kesampingkan demi pekerjaan yang bukan selayaknya mereka lakukan.
            Terkadang, pihak orangtua bukannya melarang mereka untuk mencari nafkah justru malah memaksa mereka untuk melakukan hal tersebut. Orangtua yang menganggap pendidikan tidaklah lebih penting dari uang seringkali memperbudak anak – anaknya untuk membanting tulang mencari nafkah demi kebutuhan sehari – hari keluarga mereka. Pernah suatu hari terlihat seorang anak mengeluh kepada orangtuanya atas perilaku tersebut. Anaknya berkata, “kenapa harus saya yang bekerja seperti itu, bu? Saya ingin bersekolah selayaknya anak – anak lain seusia saya.” Dan dengan cueknya sang ibu menjawab, “kalau memang kamu ingin sekolah, carilah uang yang banyak dan jangan membantah!”
            Hal seperti ini haruslah menjadi perhatian pemerintah saat ini. Para anak – anak yang seharusnya berada dibangku pendidikan justru malah berkeliaran luntang lantung dijalanan mencari segelintir uang untuk makan sehari – hari. Bagaimana mungkin negeri ini bisa maju jika para bibit penerus bangsa saja tidak dapat merasakan pendidikan yang seharusnya mereka dapatkan. Disinilah peranan pemerintah harus diciptakan. Bukan hanya sekadar perihatin, namun juga seharusnya pemerintah menegaskan kebijakan yang menjadikan anak – anak jalanan tersebut berada dibangku pendidikan bukannya justru malah berada dijalanan. Tanpa mereka, Indonesia akan kehilangan bibit – bibit penerus bangsa dimasa depan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar